Berikut
Contoh Tulisan Ilmiah dengan Topik yang Populer
BIOGAS
LIMBAH PETERNAKAN SAPI SUMBER ENERGI ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN
Dengan semakin majunya peradaban
manusia akan menuntut semakin banyak aktifitas manusia yang akan dilakukan di
muka bumi demi tujuan pemenuhan kebutuhan hidup. Hampir semua aktifitas
tersebut menyebabkan penambahan emisi gas rumah kaca. Akibat penggunaan bahan
bakar fosil dalam jangka panjang ternyata telah memberikan akibat negatif
terhadap kehidupan di dunia. Hasil penelitian dari sekelompok peneliti di bawah
naungan Badan Peserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Panel Antar pemerintah Tentang
Perubahan Iklim, menyebutkan penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi,
batu bara dan gas alam telah menyumbangkan cukup besar pencemaran gas efek
rumah kaca yaitu karbondioksida ke atmosfer bumi yang mempunyai pengaruh besar
dalam proses pemanasan global.
Bioenergi selain dapat dihasilkan
dari tanaman yang memang sengaja dibudidayakan untuk produksi bioenergi juga
dapat diusahakan dari pengolahan limbah yang dihasilkan dari aktifitas
kehidupan manusia. Sehingga, diharapkan selain dapat mengurangi emisi gas efek
rumah kaca juga mengurangi masalah lingkungan dan meningkatkan nilai dari
limbah itu sendiri. Dan salah satu limbah yang dihasilkan dari aktifitas
kehidupan manusia adalah limbah dari usaha peternakan sapi yang terdiri dari
feses, urin, gas dan sisa makanan ternak. Limbah peternakan khususnya ternak
sapi merupakan bahan buangan dari usaha peternakan sapi yang selama ini juga
menjadi salah satu sumber masalah dalam kehidupan manusia sebagai penyebab
menurunnya mutu lingkungan melalui pencemaran lingkungan,
Pengolahan limbah peternakan
melalui proses fermentasi perlu digalakkan karena dapat menghasilkan biogas
yang menjadi salah satu jenis bioenergi. Pengolahan limbah peternakan menjadi
biogas ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak
yang mahal dan terbatas, mengurangi pencemaran lingkungan dan menjadikan
peluang usaha bagi peternak karena produknya terutama pupuk kandang banyak
dibutuhkan masyarakat.
Kondisi ini sangat
memprihatinkan, ketergantungan terhadap sumber energi tidak dapat dihindarkan,
dengan semakin majunya peradaban manusia maka kebutuhan akan sumber energi
dalam setiap sektor kehidupan sangatlah besar. Ketergantungan masyarakat
Indonesia terhadap bahan bakar minyak sangatlah besar. Semakin melambungnya
harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akibat tingginya harga BBM di pasar dunia sangat
memberatkan masyarakat terutama bagi masyarakat yang berada di daerah pedalaman
yang merupakan kantong-kantong masyarakat miskin karena harga BBM di lokasi ini
bisa naik 2 ± 8 kali lipat lebih tinggi dari harga di perkotaan.
Sudah saatnya Indonesia
mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak dengan mengembangkan sumber
energi pengganti yang ramah lingkungan dan terbarukan. Salah satu jenis bahan
bakar pengganti yang dimaksud adalah bioenergi. Bioenergi selain bisa
diperbaharui bersifat ramah lingkungan, dapat terurai, mampu mengurangi efek
rumah kaca dan terusmenerus bahan baku cukup terjamin. Bahan baku bioenergi
dapat diperoleh dengan cara sederhana yaitu melalui budidaya tanaman penghasil
biofuel dan memanfaatkan limbah yang ada di sekitar kehidupan manusia.
Indonesia memiliki banyak sumber
daya alam hayati yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bionergi.
Pengembangan bioenergi sebagai sumber energi pengganti sangat cocok digunakan
karena didukung dengan oleh ketersediaan lahan yang mencukupi untuk
membudidayakan tanaman dan ternak penghasil biofuel. Indonesia memiliki sumber
daya lahan yang sangat luas untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian.
Kondisi ini memungkinkan untuk pengusahaan berbagai jenis tanaman,termasuk komoditas
penghasil bioenergi. Dan beberapa bahan baku bioenergi adalah kelapa sawit,
sagu, kelapa, ubi kayu, jarak pagar, tebu, jagung dan limbah peternakan.
Gas metan ini sudah lama
digunakan oleh warga Mesir, China, dan Roma kuno untuk dibakar dan digunakan
sebagai penghasil panas. Sedangkan proses fermentasi lebih lanjut untuk
menghasilkan gas metan ini pertama kali ditemukan oleh Alessandro Volta (1776).
Hasil identifikasi gas yang dapat terbakar ini dilakukan oleh Willam Henry pada
tahun 1806. Dan Becham (1868) murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882) adalah
orang pertama yang memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan gas meta
Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa,
kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses
fermentasi. Biogas yang terbentuk dapat dijadikan bahan bakar karena mengandung
gas metan dalam persentase yang cukup tinggi. Biogas sebagai salah satu sumber
energi yang dapat diperbaharui dapat menjawab kebutuhan akan energi sekaligus
menyediakan kebutuhan hara tanah dari pupuk cair dan padat yang merupakan hasil
sampingannya serta mengurangi efek rumah kaca. Pemanfaatan biogas sebagai
sumber energi pengganti dapat mengurangi penggunaan kayu bakar. Dengan demikian
dapat mengurangi usaha penebangan hutan, sehingga kehidupan hutan terjaga.
Biogas menghasilkan api biru yang bersih dan tidak menghasilkan asap.
Energi biogas sangat potensial
untuk dikembangkan kerena produksi biogas peternakan ditunjang oleh kondisi
yang memungkinkan dari perkembangkan dunia peternakan sapi di Indonesia saat
ini. Disamping itu, kenaikan tarif listrik, kenaikan harga LPG, premium, minyak
tanah, minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar telah mendorong
pengembangan sumber energi elternatif yang murah, berkelanjutan dan ramah
lingkungan.
Peningkatan kebutuhan susu dan
pencanangan swasembada daging tahun 2011 di Indonesia telah merubah pola
pengembangan agribisnis peternakan dari skala kecil menjadi skala
menengah/besar. Di beberapa daerah telah berkembang koperasi susu, peternakan
sapi pedaging melalui kerjasama dengan perkebunaan kelapa sawit dan sebagainya.
Kondisi ini mendukung ketersediaan bahan baku biogas secara terus-menerus dalam
jumlah yang cukup untuk memproduksi biogas.
Ada beberapa keuntungan
penggunaan kotoran ternak sebagai penghasil biogas yaitu, mengurangi pencemaran
lingkungan terhadap air dan tanah, pencemaran udara (bau), memanfaatkan limbah
ternak tersebut sebagai bahan bakar biogas yang dapat digunakan sebagai energi
pengganti untuk keperluan rumah tangga, mengurangi biaya pengeluaran peternak
untuk kebutuhan energi bagi kegiatan rumah tangga yang berarti dapat
meningkatkan kesejahteraan peternak, melaksanakan pengkajian terhadap
kemungkinan dimanfaatkannya biogas untuk menjadi energi listrik untuk
diterapkan di lokasi yang masih belum memiliki akses listrik. melaksanakan
pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya kegiatan ini sebagai usulan
untuk mekanisme pembangunan bersih.
Terdapat
sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi pemanfaatan kotoran ternak sapi menjadi
biogas yaitu:
1. Ketersediaan ternak Jenis jumlah
dan sebaran ternak di suatu daerah dapat menjadi potensi bagi pengembangan
biogas. Hal ini karena biogas dijalankan dengan memanfaatkan kotoran ternak.
Kotoran ternak yang dapat diproses menjadi biogas berasal dari ternak
ruminansia dan non ruminansia seperti sapi potong, sapi perah dan babi; serta
unggas. Jenis ternak mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkannya. Untuk
menjalankan biogas skala individual atau rumah tangga diperlukan kotoran ternak
dari 3 ekor sapi, atau 7 ekor babi, atau 400 ekor ayam.
2. Kepemilikan Ternak Jumlah ternak
yang dimiliki oleh peternak menjadi dasar pemilihan jenis dan kapasitas biogas
yang dapat digunakan. Saat ini biogas kapasitas rumah tangga terkecil dapat
dijalankan dengan kotoran ternak yang berasal dari 3 ekor sapi atau 7 ekor babi
atau 400 ekor ayam. Bila ternak yang dimiliki lebih dari jumlah tersebut, maka
dapat dipilihkan biogas dengan kapasitas yang lebih besar (berbahan fiber atau
semen) atau beberapa biogas skala rumah tangga.
3. Pola Pemeliharaan Ternak
Ketersediaan kotoran ternak perlu dijaga agar biogas dapat berfungsi maksimal.
Kotoran ternak lebih mudah didapatkan bila ternak dipelihara dengan cara
dikandangkan dibandingkan dengan cara digembalakan.
4. Ketersediaan Lahan Untuk
membangun biogas diperlukan lahan disekitar kandang yang luasannya bergantung
pada jenis dan kapasitas biogas. Lahan yang dibutuhkan untuk membangun biogas
skala terkecil (skala rumah tangga) adalah 14 m2 (7m x 2m). Sedangkan skala
komunal terkecil membutuhkan lahan sebesar 40m2 (8m x 5m).
5. Tenaga Kerja Untuk mengoperasikan
biogas diperlukan tenaga kerja yang berasal dari peternak/pengelola itu
sendiri. Hal ini penting mengingat biogas dapat berfungsi optimal bila
pengisian kotoran ke dalam reaktor dilakukan dengan baik serta dilakukan
perawatan peralatannya. Banyak kasus mengenai tidak beroperasinya atau tidak
optimalnya biogas disebabkan karena: pertama, tidak adanya tenaga kerja yang menangani
unit tersebut; kedua, peternak/pengelola tidak memiliki waktu untuk melakukan
pengisian kotoran karena memiliki pekerjaan lain selain memelihara ternak.
6. Manajemen Limbah/Kotoran
Manajemen limbah/kotoran terkait dengan penentuan komposisi padat cair kotoran
ternak yang sesuai untuk menghasilkan biogas, jumlah pemasukan kotoran, dan
pengangkutan atau pengaliran kotoran ternak ke dalam raktor. Bahan baku reaktor
biogas adalah kotoran ternak yang komposisi padat cairnya sesuai yaitu 1
berbanding 2. Pada peternakan sapi perah komposisi padat cair kotoran ternak
biasanya telah sesuai, namun pada peternakan sapi potong perlu penambahan air
agar komposisinya menjadi sesuai. Jumlah pemasukan kotoran dilakukan secara
berkala setiap hari atau setiap 2 hari sekali tergantung dari jumlah kotoran
yang tersedia dan sarana penunjang yang dimiliki. Pemasukan kotoran ini dapat
dilakukan secara manual dengan cara diangkut atau melalui saluran.
7. Kebutuhan Energi Pengelolaan
kotoran ternak melalui proses reaktor an-aerobik akan menghasilkan gas yang
dapat digunakan sebagai energi. Dengan demikian, kebutuhan peternak akan energi
dari sumber biogas harus menjadi salah satu faktor yang utama. Hal ini
mengingat, bila energi lain berupa listrik, minyak tanah atau kayu bakar mudah,
murah dan tersedia dengan cukup di lingkungan peternak, maka energi yang
bersumber dari biogas tidak menarik untuk dimanfaatkan. Bila energi dari sumber
lain tersedia, peternak dapat diarahkan untuk mengolah kotoran ternaknya
menjadi kompos atau kompos cacing (kascing).
8. Jarak (kandang-reaktor
biogas-rumah) Energi yang dihasilkan dari biogas dapat dimanfaatkan untuk
memasak, menyalakan petromak, menjalankan generator listrik, mesin penghangat
telur/ungas dll. Selain itu air panas yang dihasilkan dapat digunakan untuk
proses sanitasi sapi perah. Pemanfaatan energi ini dapat maksimal bila jarak
antara kandang ternak, reaktor biogas dan rumah peternak tidak telampau jauh
dan masih memungkinkan dijangkau instalasi penyaluran biogas. Karena secara
umum pemanfaatan energi biogas dilakukan di rumah peternak baik untuk memasak
dan keperluan lainnya.
9. Pengelolaan Hasil Samping Biogas
Pengelolaan hasil samping biogas ditujukan untuk memanfaatkannya menjadi pupuk
cair atau pupuk padat (kompos). Pengeolahannya tergolong sederhana yaitu untuk
pupuk cair dilakukan fermentasi dengan penambahan bioaktivator agar unsur
haranya dapat lebih baik, sedangkan untuk membuat pupuk kompos hasil samping
biogas perlu dikurangi kandungan airnya dengan cara diendapkan, disaring atau
dijemur. Pupuk yang dihasilkan tersebut dapat digunakan sendiri atau dijual
kepada kelompok tani setempat dan menjadi sumber tambahan pandapatan bagi
peternak.
10. Sarana Pendukung Sarana pendukung
dalam pemanfaatan biogas terdiri dari saluran air, air dan peralatan kerja.
Sarana ini dapat mempermudah pengelolaan dan perawatan instalasi biogas.
Saluran air dapat digunakan untuk mengalirkan kotoran ternak dari kandang ke
reaktor biogas sehingga kotoran tidak perlu diangkut secara manual. Air
digunakan untuk membersihkan kandang ternak dan juga digunakan untuk membuat
komposisi padat cair kotoran ternak yang sesuai. Sedangkan peralatan kerja
digunakan untuk mempermudah/meringankan pekerjaan /perawatan instalasi biogas.
Indonesia
sangat baik dalam pengembangan biogas, pada umumnya peternak sapi di Indonesia
mempunyai rata- rata 2 ± 5 ekor sapi dengan lokasi yang tersebar tidak
berkelompok. Sehingga penanganan limbahnya baik itu limbah padat, cair maupun
gas seperti kotoran maupun sisa pakan dibuang ke lingkungan sehingga
menyebabkan pencemaran. Pengolahan limbah secara sederhana hanya dengan
pemanfaatannya sebagai pupuk alami.
Diketahui
sapi dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa kotoran lebih kurang 25 kg
per hari. Dan apabila tidak dilakukan penanganan secara baik maka akan
menimbulkan masalah pencemaran lingkungan udara, tanah dan air serta penyebaran
penyakit menular. Sehingga sangat diperlukan usaha untuk mengurangi dampak
buruk dari kegiatan peternakan sapi salah satunya dengan melakukan penanganan
yang baik terhadap limbah yang dihasilkan melalui biogas. Hasil biogas dari
rata 3 ± 5 ekor sapi tersebut setara dengan 1-2 liter minyak tanah/hari. Dengan
demikian keluarga peternak yang sebelumnya menggunakan minyak tanah untuk
memasak bisa menghemat penggunaan minyak tanah 1-2 liter/hari.
Pemanfaatan
biogas di Indonesia sebagai energi pengganti sangat memungkinkan untuk
diterapkan di masyarakat, apalagi sekarang ini harga bahan bakar minyak yang
makin mahal dan kadang-kadang langka keberadaannya. Besarnya limbah biomassa
padat di seluruh Indonesia seperti kayu dari kegiatan industri pengolahan
hutan, pertanian dan perkebunan; limbah kotoran hewan, misalnya kotoran sapi,
kerbau, kuda, dan babi juga dijumpai di seluruh provinsi Indonesia dengan
kualitas yang berbeda-beda. Teknologi biogas adalah suatu teknologi yang dapat
digunakan dimana saja selama tersedia limbah yang akan diolah dan cukup air. Di
negara maju perkembangan teknologi biogas sejalan dengan perkembangan teknologi
lainnya. Untuk kondisi di Indonesia, teknologi biogas dapat dibangun dengan
kepemilikan kelompok dan dipelihara secara bersama.
Beberapa
alasan mengapa biogas belum disukai penggunaannya di kalangan peternak atau
kalaupun sudah ada banyak yang tidak lagi beroperasi, yaitu kurang sosialisasi,
teknologi yang diterapkan kurang praktis dan perlu pemeliharaan yang seksama
dan kurangnya pengetahuan para petani tentang pemeliharaan limbah. Teknologi biogas
dapat dikembangkan dengan menggunakan teknologi yang sederhana dengan
bahan-bahan yang tersedia di pasaran lokal. Energi biogas juga dapat diperoleh
dari air buangan rumah tangga, kotoran cair dari peternakan ayam, babi, sampah
organik dari pasar, industri makanan dan sebagainya. Disamping itu, usaha lain
yang dapat bergerak dengan kegiatan ini adalah peternakan cacing untuk pakan
ikan/unggas, industri tahu/tempe dapat menghasilkan ampas tahu yang dapat
dimanfaatkan sebagai pakan sapi dan limbah cairnya sebagai bahan input produksi
biogas.
Industri
kecil pendukung juga dapat berkembang, seperti industri bata merah, industri
kompor gas, industri lampu penerangan, pemanas air dan sebagainya. Sehingga
pengembangan teknologi biogas secara langsung maupun tidak langsung diharapkan
dapat menciptakan lapangan kerja baru di pedesaan. Pemanfaatan biogas sebagai
sumber energi pada industri kecil berbasis pengolahan hasil pertanian dapat
memberikan manfaata dan dapat menjadi penggerak pembangunan pedesaan.
Sumber
: