Senin, 17 November 2014

EMITEN TERSANDUNG HANYA SEKEDAR UNTUK MENARIK PERHATIAN INVESTOR

Selama tahun 2002 terdapat beberapa kasus perusahaan Go Public   melanggar peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal baik bersifat laporan berkala maupun yang bersifat kasuistis, yang telah ditindak lanjuti dengan pengenaan sanksi terhadap pihak-pihak yang terbukti diduga melakukan pelanggaran tersebut. Adapun pengenaan sanksi administratif berupa denda, sanksi administratif berupa peringatan tertulis, pembekuan kegiatan usaha, dan pencabutan izin usaha. Bersama ini diumumkan bahwa Bapepam telah melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal yang sifatnya kasuistis, adapun penjelasannya dapat disampaikan secara rinci.
Kasus ini bermula dari ditemukannya hal-hal berikut, Dalam rangka retrukturisasi PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF), Sdr. Ludovicus selaku partner dari KAP HTM yang diberikan tugas untuk mengaudit laporan keuangan PT KAEF untuk masa 5 bulan yang berakhir pada 31 Mei 2002, menemukan dan melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2001. Kantor Akuntan Publik (KAP) Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM), selaku auditor independen menyatakan opini soal ketidakwajaran dalam laporan keuangan kurun semester I tahun 2001.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam, diperoleh bukti sebagai berikut : terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT KAEF, adapun dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk. Kesalahan tersebut terdapat pada unit-unit sebagai berikut: Unit Industri Bahan Baku berupa overstated pada penjualan sebesar Rp 2,7 miliar. Unit Logistik Sentral berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar. Unit Pedagang Besar Farmasi (PBF) berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar, overstated pada penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Bahwa kesalahan penyajian tersebut, dilakukan oleh Direksi periode 1998–Juni 2002 dengan cara: Membuat 2 (dua) daftar harga persedian (master prices) yang berbeda masing-masing diterbitkan pada tanggal 1 Februari 2002 dan 3 Februari 2002, dimana keduanya merupakan master prices yang telah diotorisasi oleh pihak yang berwenang yaitu Direktur Produksi PT KAEF. Master prices per 3 Februari 2002 merupakan master prices yang telah disesuaikan nilainya (penggelembungan) dan dijadikan dasar sebagai penentuan nilai persediaan pada unit distribusi PT KAEF per 31 Desember 2001.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, tindakan yang dilakukan oleh PT KAEF terbukti melanggar: Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, terbukti bahwa Akuntan yang melakukan audit Laporan Keuangan per 31 Desember 2001 PT KAEF telah melakukan prosedur audit termasuk prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan membantu manajemen PT KAEF dalam penggelembungan keuntungan tersebut. Namun demikian proses audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT KAEF.
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102, Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61, Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 Pasal 64, Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal maka:
a. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001;
b. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.
Berdasarkan kasus diatas beberapa hal yang disampaikan :
1.     Tipe Auditor, Lingkungan Pemeriksaan, Opini Auditor Pada Kasus PT Kimia Farma, Tbk
Tipe auditor menurut lingkungan pekerjaan auditing, yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor intern. Tipe auditing, yaitu audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional. Dalam kasus PT Kimia Farma (Persero), Kantor Akuntan Publik (KAP) Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM), merupakan auditor independen menyatakan opini mengenai ketidakwajaran dalam laporan keuangan kurun semester I tahun 2001.

2.     Auditor melaksanakan auditnya atas dasar pengujian
Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam, diperoleh bukti sebagai berikut : terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT KAEF, adapun dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk. Kesalahan tersebut terdapat pada unit-unit sebagai berikut: Unit Industri Bahan Baku berupa overstated pada penjualan sebesar Rp 2,7 miliar. Unit Logistik Sentral berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar. Unit Pedagang Besar Farmasi (PBF) berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar, overstated pada penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.

3.     Pemahaman yang memadai atas Pengendalian Intern
Pelanggaran ini melibatkan pihak internal dalam penyajian laporan keuangan. Bahwa kesalahan penyajian tersebut, dilakukan oleh Direksi periode 1998–Juni 2002 dengan cara: Membuat 2 (dua) daftar harga persedian (master prices) yang berbeda masing-masing diterbitkan pada tanggal 1 Februari 2002 dan 3 Februari 2002, dimana keduanya merupakan master prices yang telah diotorisasi oleh pihak yang berwenang yaitu Direktur Produksi PT KAEF. Master prices per 3 Februari 2002 merupakan master prices yang telah disesuaikan nilainya (penggelembungan) dan dijadikan dasar sebagai penentuan nilai persediaan pada unit distribusi PT KAEF per 31 Desember 2001.

4.     Lingkup Pengujian dan Pemilihan Prosedur Audit
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Bapepam, terbukti bahwa Akuntan yang melakukan audit Laporan Keuangan per 31 Desember 2001 PT KAEF telah melakukan prosedur audit termasuk prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan membantu manajemen PT KAEF dalam penggelembungan keuntungan sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk tersebut. Namun demikian proses audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT KAEF.

5.     Auditor tidak hanya melakukan pengujian terbatas pada catatan akuntansi klien
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102, Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61, Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 Pasal 64, Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk.  Maka PT Kimia Farma (Persero) dinyatakan telah melakukan penggelembungan terhadap keuntungan untuk menarik perhatian investor.

Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
•  Profesionalisme.
Pada kasus PT Kimia Farma Tbk, dalam rangka retrukturisasi PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF), Sdr. Ludovicus selaku partner dari KAP HTM yang diberikan tugas untuk mengaudit laporan keuangan PT KAEF untuk masa 5 bulan yang berakhir pada 31 Mei 2002. Terbukti bahwa Akuntan yang melakukan audit Laporan Keuangan sesuai Standar Profesional Akuntan Publik, dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.

•  Kualitas Jasa.
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, terbukti bahwa Akuntan yang melakukan audit Laporan Keuangan per 31 Desember 2001 PT KAEF telah melakukan prosedur audit termasuk prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan membantu manajemen PT KAEF dalam penggelembungan keuntungan tersebut.

• Kepercayaan.
Berdasarkan kasus PT Kimia Farma ini, Kantor Akuntan Publik (KAP) Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM) dalam kasus tersebut telah melakukan prosedur audit yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Ini berarti KAP HTM tetap dapat menjadi KAP yang masih dapat dipercaya dalam melakukan tanggungjawabnya.

*  PRINSIP ETlKA PROFESI

· Prinsip Pertama - Tanggung Jawab Profesi
Berdasarkan kasus PT Kimia Farma, Tbk, dalam rangka retrukturisasi PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF), Sdr. Ludovicus selaku partner dari KAP HTM yang diberikan tugas dan melakukan tanggungjawabnya untuk mengaudit laporan keuangan PT KAEF, untuk masa 5 bulan yang berakhir pada 31 Mei 2002, menemukan dan melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2001. Kantor Akuntan Publik (KAP) Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM), selaku auditor independen menyatakan opini soal ketidakwajaran dalam laporan keuangan kurun semester I tahun 2001.

· Prinsip Kedua - Kepentingan Publik
Kantor Akuntan Publik (KAP) Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM), merupakan auditor independen yang melakukan tugas pemeriksaan laporan terhadap data keuangan perusahaan. Sebagai Kantor Akuntan Publik, auditor wajib memberikan pendapat mengenai hasil pemeriksaan nya. Dalam kasus PT Kimia Farma, Tbk, Kantor Akuntan Publik (KAP) Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM) menyatakan opini mengenai ketidakwajaran dalam laporan keuangan kurun semester I tahun 2001.

· Prinsip Ketiga – Integritas
Dalam kasus PT Kimia Farma Tbk, Sdr. Ludovicus selaku partner dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM), terbukti bahwa Akuntan yang melakukan audit Laporan Keuangan per 31 Desember 2001 PT KAEF telah melakukan prosedur audit termasuk prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan membantu manajemen PT KAEF dalam penggelembungan keuntungan tersebut.

· Prinsip Keempat – Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Kantor Akuntan Publik (KAP) Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM), selaku auditor independen, meskipun ditemukan adanya kesalahan penggelembungan pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk. Dalam hasil pemeriksaannya terhadap laporan keuangan PT Kimia Farma, Tbk. Namun, tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan membantu manajemen PT KAEF dalam penggelembungan keuntungan tersebut.

· Prinsip Kelima - Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
      Dalam rangka retrukturisasi PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF), Sdr. Ludovicus selaku partner dari KAP HTM yang diberikan tugas untuk mengaudit laporan  keuangan PT KAEF untuk masa 5 bulan yang berakhir pada 31 Mei 2002. Berdasarkan  hasil pengujiannya menemukan dan melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian  persediaan barang jadi dan kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir  per 31 Desember 2001. Kantor Akuntan Publik (KAP) Hans Tuanakotta dan Mustofa  (HTM), selaku auditor independen menyatakan opini soal ketidakwajaran dalam laporan keuangan kurun semester I tahun 2001.

· Prinsip Keenam - Kerahasiaan
Sdr. Ludovicus selaku partner dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM), selaku auditor independen. Mengaudit laporan keuangan PT KAEF untuk masa 5 bulan yang berakhir pada 31 Mei 2002 dengan rahasia dilakukan dalam ruang direksi. Hingga hasil pemeriksaan Bapepam, diperoleh bukti sebagai berikut : terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT KAEF, adapun dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk.

· Prinsip Ketujuh - Perilaku Profesional
Berdasarkan kasus PT Kimia Farma, Tbk, dalam rangka retrukturisasi PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF), Sdr. Ludovicus selaku partner dari KAP HTM yang diberikan tugas dan melakukan tanggungjawabnya untuk mengaudit laporan keuangan PT KAEF, untuk masa 5 bulan yang berakhir pada 31 Mei 2002. Terbukti bahwa Akuntan yang melakukan audit Laporan Keuangan per 31 Desember 2001 PT KAEF telah melakukan prosedur audit termasuk prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan membantu manajemen PT KAEF dalam penggelembungan keuntungan tersebut.


Daftar Pustaka



Minggu, 02 November 2014

KEBENARAN MANIPULASI YANG TERUNGKAP SEIRING BERJALAN WAKTU

·                    Permasalahan

       Dalam penelitian Setia Budhi, menuliskan penjelasan Ronald J. Ebert (2007), semua organisasi itu disebut bisnis atau perusahaan. Organisasi yang menyediakan barang atau jasa untuk dijual dengan maksud mendapatkan laba. Tentu saja prospek mendapatkan laba melalui selisih antara penerimaan dengan biaya-biaya. Bisnis merupakan pendorong orang-orang untuk memulai dan mengembangkan bisnis. Laba merupakan imbalan yang didapatkan pemilik bisnis dari risiko yang diambil sewaktu menginvestasikan uang dan waktu mereka. Hak untuk mengejar laba membedakan bisnis dari organisasi-organisasi lain seperti universitas, rumah sakit, dan lembaga pemerintah yang beroperasi dengan cara yang sama tetapi umumnya tidak mengejar laba.
          Kasus ini bermula dari ditemukannya hal-hal berikut, Dalam rangka retrukturisasi PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF), Sdr. Ludovicus selaku partner dari KAP HTM yang diberikan tugas untuk mengaudit laporan keuangan PT KAEF untuk masa 5 bulan yang berakhir pada 31 Mei 2002, menemukan dan melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2001.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam, diperoleh bukti sebagai berikut : terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT KAEF, adapun dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk. Kesalahan tersebut terdapat pada unit-unit sebagai berikut: Unit Industri Bahan Baku berupa overstated pada penjualan sebesar Rp 2,7 miliar. Unit Logistik Sentral berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar. Unit Pedagang Besar Farmasi (PBF) berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar, overstated pada penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Bahwa kesalahan penyajian tersebut, dilakukan oleh Direksi periode 1998–Juni 2002 dengan cara: Membuat 2 (dua) daftar harga persedian (master prices) yang berbeda masing-masing diterbitkan pada tanggal 1 Februari 2002 dan 3 Februari 2002, dimana keduanya merupakan master prices yang telah diotorisasi oleh pihak yang berwenang yaitu Direktur Produksi PT KAEF. Master prices per 3 Februari 2002 merupakan master prices yang telah disesuaikan nilainya (penggelembungan) dan dijadikan dasar sebagai penentuan nilai persediaan pada unit distribusi PT KAEF per 31 Desember 2001.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, tindakan yang dilakukan oleh PT KAEF terbukti melanggar: Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, terbukti bahwa Akuntan yang melakukan audit Laporan Keuangan per 31 Desember 2001 PT KAEF telah melakukan prosedur audit termasuk prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan membantu manajemen PT KAEF dalam penggelembungan keuntungan tersebut. Namun demikian proses audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT KAEF.
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102, Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61, Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 Pasal 64, Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal maka:
a. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001;
b. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.
·                    PEMBAHASAN MASALAH

A.               Moral Dan Etika Dalam Bisnis
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Kata moral juga sering disinonimkan dengan etika, yang berasal dari kata ethos dalam bahasa Yunani Kuno, yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara berfikir. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), etika diartikan sebagai (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Sejalan dengan pengertian tersebut, Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, mengatur etika dan moral dalam berbisnis. Untuk meterbitkan dan mewajibkan perseroan yang bidang usahanya atau terkait dengan bidang sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Undang-Undang tersebut (Pasal 66 ayat 2c) mewajibkan semua perseroan untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam Laporan Tahunan. Pelaporan tersebut merupakan pencerminan dari perlunya akuntabilitas perseroan atas pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan, sehingga para stakeholders dapat menilai pelaksanaan kegiatan tersebut. Undang-undang tersebut (Pasal 1 ayat 3) dikenal dengan istilah tanggung jawab sosial dan lingkungan yang diartikan sebagai komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Selaku perusahaan Go Public, PT Kimia Farma, Tbk. Perusahaaan tersebut telah melakukan prosedur yang berlaku untuk menerbitkan dan melaporkan Laporan Keuangan sesuai peraturan Undang-Undang Pasal 8 tentang Pasar Modal dan Undang-Undang No.40 tahun 2007. Namun, pada tahun 2001 terjadi pelanggaran yaitu tindakan manipulasi data keuangan perusahaan. Berdasarkan Undang-Undang diatas, hal ini melanggar etika dan moral dalam bisnis, tentu saja perusahaan yang melakukan pelanggaran akan mendapat sanksi, baik sanksi pidana, maupun sanksi sosial. Sebagai perusahaan yang sudah Go Public, tentu saja masyarakat menilai bahwa perusahaan tersebut mempunyai integritas, moralitas, etika, dan kemampuan untuk menghasilkan laporan keuangan yang akuntabilitas, kualitas yang layak untuk membawa daya tarik bagi investor menanamkan modalnya. Tindakan manipulasi ini, sudah tidak sejalan lagi dengan harapan masyarakat, bahkan masih terdapat beberapa kasus yang dilakukan oleh perusahaan go public lainnya yang melanggar moral dan etika dalam bisnis ini. Hal ini menunjukkan mulai lunturnya tingkat moralitas dan etika dalam bisnis. Melalui hukum dan peraturan yang berlaku, diharapkan tindakan ini dapat ditanggulangi, untuk meningkatkan kualitas persaingan bisnis baik domestik maupun internasional. 

B.               Dalam menciptakan etika bisnis, hal yang perlu diperhatikan ialah :

Ø    Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri, mereka masing-masing untuk tidak melakukan kecurangan dalam memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Kasus terhadap PT Kimia Farma Tbk, membuktikan bahwa tindakan memanipulasi laporan keuangan, menunjukan suatu tindakan perusahaan melakukan kecurangan. Untuk mendapatkan keuntungan dan menarik investor, perusahaan tidak mampu mengendalikan pihak manajemen internal. Tentu hal ini melanggar etika dan moral dalam bisnis sesuai Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Ø    Social Responsibility
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Sebagai perusahaan go public tentu memiliki tingkat social responsibility yang baik, masyarakat umum apalagi pihak investor tentu dapat menjadikan hal ini sebagai bahan pertimbangan menilai suatu perusahaan. PT Kimia Farma Tbk, memiliki social responsibility yang baik selaku perusahaan go public. Namun, pada akhir tahun 2001 perusahaan tidak mampu mempertahankan nilai tersebut. Hasil pemeriksaan Bapepam tindakannya memperbesar laba  sebesar Rp 32,7 miliar, perusahaan memanfaatkan data keuangan tersebut untuk meraup keuntungan. Hal ini bukan merupakan tindakan yang tepat, karna melanggar nilai etika dan moral dalam bisnis dalam hal social responsibility perusahaan. Dalam hal pelayanan masyarakat, Dirut PT Kimia Farma (Persero) Tbk, Rusdi Rosman mengatakan bahwa sebagai salah satu bentuk partisipasi aktif dan dukungan terhadap program pemerintah di dalam pemberlakuan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), di tahun 2013 ini Kimia Farma telah mendirikan 100 Apotek baru dan 100 Klinik baru di seluruh Indonesia. Kini Kimia Farma memiliki lebih dari 500 apotek dan 200 klinik yang siap melayani seluruh peserta BPJS yang akan diimplementasikan pada 1 Januari 2014 mendatang, sehingga pada tahun 2018 akan memiliki 1000-an apotek dan klinik sebagaimana telah dicanangkan sejak 2011 yang lalu. 

Ø    Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
       Pelaku bisnis perlu memiliki integritas, jati diri, serta pemahaman akan teknologi. PT Kimia Farma, Tbk menunjukan kemampuan perusahaan nya dengan menjadi salah satu peusahaan yang go public di Indonesia, kemampuan pangsa pasar yang luas menunjukan perusahaan memiliki kualitas yang baik bagi masyarakat. Sistem pemasaran melalui media cetak dan elektronik membuat PT Kimia Farma, Tbk dipercaya oleh masyarakat. Pelanggaran etika dalam bisnis yang dilakukan oleh PT Kimia Farma, Tbk mempublikasikan laporan keuangan secara tidak jujur.sesuai peraturan Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. Memperbesar laba sebesar Rp 32,7 miliar, tindakan yang tidak mampu mempertahankan jati diri oleh PT Kimia Farma, Tbk. Namun, dalam hal penggunaan teknologi, PT. Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai salah satu perusahaan farmasi terbesar di Indonesia, berkeinginan untuk mendirikan pabrik garam farmasi yang teknologinya telah dikembangkan oleh institusi litbang dalam negeri yang dalam hal ini adalah BPPT.

Ø    Menciptakan Persaingan Yang Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah. Salah satu usaha untuk menjamin adanya iklim persaingan usaha yang sehat diantara para pelaku usaha yaitu dengan diberlakukannya UU No. 5/1999. Substansi Undang-undang ini mengatur tentang larangan praktek monopoli, persaingan usaha tidak sehat, menjabarkan perbuatan apa saja yang dapat merusak persaingan usaha melalui monopoli, monopsoni, kartel, oligopoli, oligopsoni, persengkongkolan, serta menjabarkan suatu komisi independen yang disebut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). PT Kimia Farma Tbk, melakukan pelanggaran dalam persaingannya, tindakan memperbesar laba sebesar Rp 32,7 miliar, menyajikan data laporan keuangan yang tidak sesuai, menimbulkan adanya persaingan yang tidak sehat untuk mendorong kemajuan perusahaan dimata investor .

Ø    Pembangunan Berkelanjutan
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) tengah mencari pendaaan. Rencananya, emiten farmasi akan melakukan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) surat utang jangka menengah atau Medium Term Notes (MTN). Pada tahap pertamanya, KAEF akan menerbitkan MTN dengan nilai Rp 200 miliar di kuartal keempat. KAEF akan memanfaatkan dana MTN itu untuk perkembangan proyek, membangun pabrik, menambah apotek, klinik, dan laboratorium klinik. Hal ini menunjukkan bahwa PT Kimia Farma Tbk, memiliki pembangunan yang berkelanjutan untuk perusahaan nya.

Ø    Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam, diperoleh bukti sebagai berikut : terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT KAEF, adapun dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk. Tindakan ini menunjukan PT Kimia Farma, Tbk melakukan tindakan manipulasi terhadap penyajian data keuangannya, sehingga melanggar etika dan moral dalam bisnis yaitu melakukan tindak kolusi dalam penyelenggaraan usahanya.

Ø    Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
PT Kimia Farma Tbk, terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT KAEF, adapun dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk. Ketidak konsekuensi dan konsisten terhadap aturan main oleh PT Kimia Farma Tbk, yaitu Pasal 102, Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. Dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

·                    SISTEM FILSAFAT MORAL
Ø    Hedonisme
Doktrin etika yang mengajarkan bahwa hal terbaik bagi manusia adalah mengusahakan “kesenangan” (Hedone). Berdasarkan filsafat moral tersebut, filsafat tersebut menyebar bukan hanya dikalangan individu, melainkan perusahaan yang sudah go public. Untuk mendapatkan kesenangan tersebut PT Kimia Farma Tbk, melakukan pelanggaran dalam menyajikan data laporan keungannya, yaitu overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk. Faktor yang mempengaruhi manajemen melakukan kecurangan adalah untuk meningkatkan kondisi keuangan perusahaan, memudahkan penggelapan dan penerbitan saham. Dengan kata lain pelanggaran ini membuktikan untuk mendapatkan kesenangan bagi perusahaan itu sendiri.

Ø    Eudemonisme
Aristoteles (384 – 322): Bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan akhir yang disebut kebahagiaan. Faktor yang mempengaruhi manajemen melakukan kecurangan dalam menyajikan data laporan keungannya, yaitu overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk. Untuk meningkatkan kondisi keuangan perusahaan, memudahkan penggelapan dan penerbitan saham. Dengan tujuan akhir untuk mendapatkan kebahagiaan bagi pihak internal perusahaan. Meskipun tindakan tersebut bertentangan dengan Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Daftar Pustaka :
      Komisi Pengawas Persaingan Usaha . 2011. Jurnal Persaingan Usaha . Edisi 5, Jakarta.
          Kamus Besar Bahasa Indonesia . 1989 . Jakarta.