Selasa, 07 Januari 2014

Dana Daerah Mengendap



JAKARTA, KOMPAS.com - Total anggaran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang mengendap pada bank umum nasional pada setiap akhir periode anggaran semakin menggelembung. Per 31 Desember 2013, anggaran daerah yang mengendap mencapai rekor tertinggi, yakni Rp 109 triliun.

Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Heru Subiyantoro dalam keterangan pers bersama pejabat Kementerian Keuangan lainnya di Jakarta, Senin (6/1), menyatakan, anggaran Rp 109 triliun itu adalah total anggaran belanja daerah tahun 2013 yang tidak terserap sampai 31 Desember 2013. Dana itu tersimpan di berbagai tempat. Di antaranya adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Dana mengendap sebesar Rp 109 triliun itu menjadi rekor. Dibandingkan dana mengendap per akhir tahun 2002 senilai Rp 22,18 triliun, maka nilainya sudah hampir lima kali lipatnya.

Per akhir tahun 2009, dana daerah mengendap mulai menggelembung, yakni Rp 59,81 triliun. Pada dua tahun kemudian, nilainya naik menjadi Rp 80,4 triliun, dengan rincian Rp 13,12 triliun di simpanan berjangka, Rp 45,77 triliun di rekening giro yang bunganya kecil, dan Rp 919 miliar di tabungan. Sementara pada akhir tahun 2012, nilainya mencapai Rp 99,24 triliun.

Menteri Keuangan M Chatib Basri, dalam kesempatan yang sama, menyatakan, pihaknya telah menginstruksikan DJPK untuk mencari formula yang tepat untuk mendorong penyerapan anggaran pemerintah daerah. Formulanya lebih-kurang adalah memberikan sanksi kepada daerah yang minim penyerapan.

Skema yang tengah dikaji, kata Chatib, adalah dengan menunda pencairan dana alokasi khusus (DAK). Persoalannya, nilai DAK jauh lebih kecil daripada dana alokasi umum (DAU).

Karena itu, bisa saja penahanan pencairan DAK menjadi tidak efektif. Sementara DAU yang nilainya besar tidak bisa ditahan pencairannya karena kewajiban pemerintah pusat. ”Jadi, lagi dicari formula yang tepat, termasuk jangan sampai melanggar Undang-Undang Otonomi Daerah. Targetnya, tahun ini bisa diberlakukan,” kata Chatib.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menyatakan, dana mengendap di daerah disebabkan kurangnya kemampuan birokrasi dalam mengelola anggaran. Alih-alih mengonversinya menjadi program pembangunan, anggaran banyak ditabung di BPD.

BPD pun, kata Endi, umumnya tidak mau repot menyalurkan anggaran tersebut menjadi kredit produktif untuk usaha mikro, kecil, dan menengah. BPD lebih gemar membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan harapan mendapatkan bunga. Bunga ini secara formal akan masuk mata anggaran lain-lain dalam pendapatan asli daerah (PAD).

Di berbagai daerah, hasil bunga tersebut kemungkinan tidak masuk ke PAD, tetapi masuk ke kantong kepala daerah dan kroninya. Dalam modus ini, anggaran sengaja diinvestasikan untuk kepentingan pribadi.

”Singkatnya, ini adalah cara malas mengelola uang. Di samping faktor birokrasi yang kurang mampu menyerap anggaran, ada juga faktor pemda yang sengaja ingin mendapatkan PAD tanpa susah-susah. Juga ada kecurigaan sebagai modus untuk keuntungan pribadi. Akhirnya rakyat yang dikorbankan,” kata Endi.

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto berpendapat, sisa anggaran tak terserap di daerah rawan dimanfaatkan untuk pemilihan umum kepala daerah. Setidaknya modus tersebut sudah terungkap di Kabupaten Situbondo. (LAS)
Editor   : Bambang Priyo Jatmiko
Sumber            : KOMPAS CETAK

ANALISIS MASALAH

Dana anggaran daerah yang mengendap setiap tahunnya mengalami peningkatannya  Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Heru Subiyantoro dalam keterangan pers bersama pejabat Kementerian Keuangan lainnya di Jakarta, Senin (6/1), menyatakan, anggaran Rp 109 triliun itu adalah total anggaran belanja daerah tahun 2013 yang tidak terserap sampai 31 Desember 2013. Dana itu tersimpan di berbagai tempat. Di antaranya adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Dana mengendap sebesar Rp 109 triliun itu menjadi rekor. Dibandingkan dana mengendap per akhir tahun 2002 senilai Rp 22,18 triliun, maka nilainya sudah hampir lima kali lipatnya.

Per akhir tahun 2009, dana daerah mengendap mulai menggelembung, yakni Rp 59,81 triliun. Pada dua tahun kemudian, nilainya naik menjadi Rp 80,4 triliun, dengan rincian Rp 13,12 triliun di simpanan berjangka, Rp 45,77 triliun di rekening giro yang bunganya kecil, dan Rp 919 miliar di tabungan. Sementara pada akhir tahun 2012, nilainya mencapai Rp 99,24 triliun.


Diharapkan pemerintah daerah dapat memanfaatkan dana anggaran yang ada dengan lebih bijaksana lagi untuk pembangunan daerah masing – masing, dan peningkatan kualitas kinerja pemerintah daerah .

Mentan Minta Pemda Terbitkan Perda Perlindungan Lahan Pangan



JAKARTA, KOMPAS.com - Tingginya konversi lahan menjadi permukiman masih menjadi salah satu hambatan pembangunan pertanian dalam negeri.

"Memang data yang secara pasti kami memang tidak pernah mendapag laporan. Tetapi bahwa melihat indikasi yang ada, konversi masih di atas 100.000 (hektar) kayaknya memang benar," kata Suswono, Selasa (7/1/2014).

Padahal, lanjutnya, kemampuan cetak sawah saat ini tak lebih dari 50.000 hektar. Kondisi ini diakuinya tidak menutup kemungkinan defisit pertanian akan terus terjadi.

"Lahan pertanian produktif tidak kurang dari 50.000 hektar per tahun. Ini kan ancaman. Oleh karena itu saya berharap betul Pemda (Pemerintah Daerah) segera mengeluarkan Perda (Peraturan Daerah) perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, karena itu adalah amanat Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009," ujar Suswono.

Dalam UU tersebut, kata dia, sangat jelas bahwa yang menetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah melalui perda. Oleh karena itu, Suswono berharap pemerintah daerah dapat peka terhadap konversi lahan.

Di samping itu, ia juga berharap agar pemerintah daerah yang menetapkan lahan pertanian berkelanjutan jangan hanya berpikir untuk daerahnya sendiri.

"Kalau daerah merupakan penyangga pangan nasional, seharusnya juga berpikir secara nasional, artinya jangan menetapkan lahan berkelanjutan hanya untuk memenuhi warganya sendiri. Tetapi dia juga bisa memberikan kontribusi bagi pangan nasional. Jadi penetapannya harus cukup besar," ungkap Suswono.

Penulis
: Sakina Rakhma Diah Setiawan
Editor
: Bambang Priyo Jatmiko

ANALISIS MASALAH

Kebutuhan perumahan masyarakat, akibat pertumbuhan masyarakat yang tidak sebanding dengan pertumbuhan lahan yang ada, menimbulkan berbagai permasalahn lahan. Permasalahan yang timbul adalah ketika banyak konversi lahan pertanian menjadi pemukinan penduduk.

Hal ini menyebabkan pertumbuhan pertanian di Indonesia mengalami penurunan dan produksi hasil pangan petani juga ikut mengalami penurunan karna masalah lahan ini, bertambahnya penduduk yang membutuhkan pemukiman banyak yang mengalihfungsikan lahan pertanian menjadi pemukiman penduduk.


Keputusan yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan membuat peraturan yang dapat membatasi konversi lahan pertanian menjadi pemukiman disertai dengan sanksi yang tegas, sehingga hasil produksi pertanian dapat kembali tumbuh dan mengalami perkembangan yang lebih baik. 

Harga Emas Antam Turun Rp 3.000 per Gram


JAKARTA, KOMPAS.com - Harga emas batangan bersertifikat di Logam Mulia milik PT Aneka Tambang (Antam) Tbk hari ini, Selasa (7/1/2014) turun jika dibandingkan harga kemarin.

Seperti dikutip dari situs Logam Mulia, harga pecahan 1 gram emas Antam turun Rp 3.000 jika dibandingkan harga Senin (6/1/2014).

Sedangkan harga rata-rata satu gram emas untuk pecahan 500 gram dibanderol seharga Rp 492.600 per gram.

Sementara, harga pembelian kembali emas (buyback) oleh pihak Antam Rp 474.000. Angka tersebut turun Rp 1.000 jika dibandingkan harga kemarin. Adapun harga emas batangan milik Antam dalam pecahan lainnya, yakni:

1 gram: Rp 532.000
5 gram: Rp 2.515.000
10 gram: Rp 4.980.000
25 gram: Rp 12.375.000
50 gram: Rp 24.700.000
100 gram: Rp 49.350.000500 gram: Rp 246.300.000.

(Oginawa R Prayogo)

250 gram: Rp 123.250.000
Editor   : Bambang Priyo Jatmiko
Sumber : Kontan

ANALISIS MASALAH

Tahun 2014, harga logam mulia emas mengalami penurunan harga, hal ini bisa disebabkan karna melemahnya nilai rupiah jika dibandingkan dengan nilai dolar. Namun, masyarakat tetap tertarik untuk melakukan investasi dalam bentuk emas ini.


Diharapkan kondisi perekonomian Indonesia dapat kambali stabil sehingga nilai rupiah juga akan stabil sehingga harga emas bisa kembali normal seperti harga sebelumnya atau bahkan semakin meninggkat dari yang sebelumnya .

Minggu, 05 Januari 2014

Tarif Pesawat Kemungkinan Naik Sekitar Rp 50.000

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perhubungan (Menhub) E.E. Mangindaan belum memutuskan kenaikan tarif pesawat terbang, mengingat daya beli pengguna jasa. Namun, di sisi lain ia mengakui kenaikan dollar AS mengancam daya tahan airlines (maskapai).

"Sementara kita tunda karena baru saja Natal, dan tahun baru. Segera akan kita rapatkan berapa persen yang bisa dinaikkan. Belum bisa dipastikan kapan. Tapi Januari Insyaallah sudah," ujarnya, di Jakarta, Jumat (3/1/2014).

Nilai dollar AS yang menembus Rp 12.000 sangat membebani operasional maskapai. Terlebih, harga avtur dunia sendiri juga sudah naik.

Mangindaan menuturkan, pihaknya akan menunggu keputusan teknis dari Indonesia National Air Carrier Associaton (INACA), dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

"Kita belum berani tentukan. Karena juga mempertimbangkan pengguna jasa. Mungkin kemarin tinggi, karena harganya rendah. Apakah dengan kenaikan tarif akan berpindah (moda)," ujarnya.

Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Herry Bakti mengatakan, kemungkinan tarif pesawat naik antara Rp 45.000 - Rp 50.000. "Kalau dari Inaca kan mintanya Rp 85.000," terang Herry


Analisis Masalah

Menguatnya nilai dollar terhadap nilai rupiah memberikan pengaruh terhadap beberapa bidang perekonomian di Indonesia, termasuk Maskapai Penerbangan, karna dengan naiknya nilai dolar tentunya pihak Maskapai Penerbangan akan melakukan penyesuaian dinilai dari kenaikan bahan bakar pesawat yaitu avtur yang juga mengalami kenaikan, oleh sebab itu pihak maskapai penerbangaan akan melalukan kenaikan terhadap harga tiket pesawat.

Pihak Maskapai Penerbangan juga ingin melakukan kenaikan harga terhadap harga tiket hal ini belum dapat dilakukan oleh pihak Maskapai karna dinilai belum memiliki waktu yang tepat dilihat dari kondisi yang baru saja melewati Natal dan Tahun Baru.

Pihak Maskapai Penerbangan baru akan melakukan kenaikan harga mulai Januari bulan ini, kisaran 45.000 – 50.000.


Hal ini dilakukan tentunya dengan berbagai pertimbangan, diharapkan keputusan ini tidak memberatkan pihak manapun.

BI: Berutanglah untuk Tujuan Produktif



JAKARTA, KOMPAS.com - Seiring dengan pulihnya perekonomian negara-negara maju, maka banyak dana-dana asing keluar dari Indonesia. Ini akan menyebabkan ketatnya likuiditas di perbankan domestik.

Terkait kondisi tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo mengatakan jangan mudah berutang. Bila pun harus utang, maka sebaiknya dana utang digunakan untuk tujuan positif dan produktif.

"Secara umum kita lihat bahwa dana-dana dari negara berkembang akan berkurang dan kita harus jaga bahwa perekenomian kita baik dan sehat sehingga dana-dana masuk khususnya dana investasi masuk ke Indonesia. Kita sama-sama mengamati bahwa berutang itu tidak salah, tetapi kalau berutang yang perlu jangan dilakukan. Berutang itu tidak apa-apa asal untuk tujuan yang produktif," kata Agus di Kompleks Kantor BI, Jumat (3/1/2014).

Lebih lanjut, Agus menjelaskan dengan perbaikan ekonomi dunia, maka akan terjadi peningkatan bunga di negara-negara maju. Ia memandang saat ini yield rupiah sudah cukup tinggi, maka kondisi tersebut akan secara langsung berdampak pada Indonesia.

"Oleh karena itu yang ingin kita sampaikan adalah tidak apa-apa berutang, tapi berutang untuk produktif dan harus dikelola dengan baik," ujar dia.

Sebagai informasi, BI mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia sebesar 262,4 miliar dollar AS pada Oktober 2013, melambat 5,8 persen year on year (yoy) dibandingkan bulan lalu sebesar 6,2 persen yoy.

Posisi ULN sektor publik mencapai 125,8 miliar dollar AS pada Oktober 2013, melambat 0,5 persen yoy dibanding 2,1 persen di bulan sebelumnya. Adapun ULN swasta tumbuh stabil dibanding bulan sebelumnya sebesar 11 persen yoy, yakni mencapai 136,6 miliar dollar AS.

Penulis
: Sakina Rakhma Diah Setiawan
Editor
: Bambang Priyo Jatmiko

Analisis Masalah

Tahun 2014 negara-negara maju mulai melakukan perencanaan dan perbaikkan untuk perekonomian Negara mereka masing-masing, hal ini membuat Negara maju tersebut mulia terlihat pertumbuhan nya, hal ini tentu membuat Indonesia juga mulai berhati-hati dan mulai merencanakan untuk mempertimbangkan banyak hal untuk menyeimbangkan kemajuan Negara tersebut.


Hal yang menjadi pertimbangan Bank Indonesia terhadap sistem Perbankan di Indonesia adalah dengan melakukan “Kredit Ketat”, yaitu lebih menyeleksi terhadap kredit yang dilakukan mesyarakat. Bank Indonesia selaku Bank Sentral yang memiliki fungsi untuk “Menjaga Stabilitas Nilai Rupiah” menyarankan kepada masyarakat untuk melakukan pinjaman atau kredit hanya untuk hal-hal yang bersifat produktif sehingga masyarakat juga mampu membantu perekonomian di Indonesia melalui hal-hal yang bersifat produktif.

HIPMI: Kenaikan Harga Elpiji 12 Kg Memukul UKM


JAKARTA, KOMPAS.com - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menilai bahwa PT Pertamina (Persero) sangat gegabah dalam menentukan kenaikan harga elpiji. Ketua Umum BPP HIPMI Raja Sapta Oktohari menilai, Pertamina salah perhitungan.

Pertamina menaikan harga gas elpiji dari Rp 5.850 per kilogram (kg) menjadi Rp 9.809 per Kg, naik 67 persen. Namun, kenyataan di lapangan, di tingkat eceran harga gas elpiji ada yang sampai menembus Rp 150.000 satu tabung 12 kg.

"Dari tinjauan kami di lapangan, kenaikan harga LPG bukan lagi di kisaran 67 persen tapi sudah lebih dari 100 persen," kata dia dalam keterangan resmi, yang diterima Kompas.com.

Bahkan, di beberapa daerah seperti di Papua, harga gas elpiji 12 kg di tingkat eceran bisa mencapai Rp 300.000 per tabung. Raja menilai, Pertamina tak mampu memperkirakan pembentukan harga baru di level pengecer.

Kenaikan harga gas elpiji 12 kg sebut Raja akan berdampak terhadap inflasi. Sekarang saja, sudah mulai terjadi kelangkaan gas elpiji 3 kg, buntut dari kenaikan harga. Konsumen beralih dari gas elpiji 12 kg ke gas elpiji 3 kg.

Kenaikan harga gas elpiji 12 kg sebut Raja akan memukul sektor usaha kecil menengah (UKM). Raja memperhitungkan, khususnya UKM makanan, akan terjadi kenaikan harga jual makanan sebesar 10-20 persen.

Pertamina sampai saat ini dinilai belum memiliki mekanisme kontrol yang jelas untuk menjamin elpiji bersubsidi tepat sasaran. Oleh karenanya dia berharap, Pertamina bisa me-review kenaikan harga elpiji.

"HIPMI menolak kebijakan Pertamina menaikkan harga elpiji. Sebagai BUMN, Pertamina bukan orientasi di laba saja. Namun juga memiliki kewajiban Public Services Obligation (PSO). Jangan sampai, karena orientasi di laba, malah merusak daya beli masyarakat," tukasnya.

Analisis Masalah

Awal tahun 2014, masyarakat di Indonesia dihebohkan dengan adanya kebijakan PT.Pertamina untuk menaikkan harga gas ELPIJI 12kg, kenaikan tersebut sebesar 67% . Hal ini membuat banyak sekali Pro dan Kontra yang bermunculan. Pihak Pertamina memberikan konfirmasi bahwa kebijakan untuk menaikkan harga Elpiji karna PT pertamina mengalami kerugian yang cukup besar terhadap perjualan gas Elpiji 12kg, oleh sebab ini Pertamina melakukan kenaikan harga.

Namun, hal ini menimbulkan permasalahan baru bagi masyarakat. Karna hal ini tentu akan memengaruhi berbagai barang kebutuhan pokok lainnya, hal yang menjadi permasalahan adalah kenaikan ini di anggap terlalu besar, dan tidak mempertimbangkan akibat yang akan ditimbulkan, bukan hanya di masyarakat perkotaan tapi juga masyarakat yang berada di daerah yang merasakan dampak yang lebih besar terhadap kenaikan tersebut.

Pihak HIPMI menolak kebijakan Pertamina manaikkan harga Elpiji tersebut dan berharap pemerintah dapat ikut campur tangan untuk menyelesaikan masalah tersebut, melalui intervensi pasar.