·
Permasalahan
Dalam penelitian Setia Budhi,
menuliskan penjelasan Ronald J. Ebert (2007), semua organisasi itu disebut
bisnis atau perusahaan. Organisasi yang menyediakan barang atau jasa untuk dijual
dengan maksud mendapatkan laba. Tentu saja prospek mendapatkan laba melalui
selisih antara penerimaan dengan biaya-biaya. Bisnis merupakan pendorong
orang-orang untuk memulai dan mengembangkan bisnis. Laba merupakan imbalan yang
didapatkan pemilik bisnis dari risiko yang diambil sewaktu menginvestasikan
uang dan waktu mereka. Hak untuk mengejar laba membedakan bisnis dari
organisasi-organisasi lain seperti universitas, rumah sakit, dan lembaga
pemerintah yang beroperasi dengan cara yang sama tetapi umumnya tidak mengejar
laba.
Kasus ini bermula dari ditemukannya hal-hal berikut, Dalam
rangka retrukturisasi PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF), Sdr. Ludovicus selaku partner dari KAP HTM yang diberikan
tugas untuk mengaudit laporan keuangan PT KAEF untuk masa 5 bulan yang berakhir
pada 31 Mei 2002, menemukan dan melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian
persediaan barang jadi dan kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun yang
berakhir per 31 Desember 2001.
Berdasarkan
hasil pemeriksaan Bapepam, diperoleh bukti sebagai berikut : terdapat kesalahan
penyajian dalam laporan keuangan PT KAEF, adapun dampak kesalahan tersebut
mengakibatkan overstated laba pada
laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar
yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma
Tbk. Kesalahan tersebut terdapat pada unit-unit sebagai berikut: Unit Industri
Bahan Baku berupa overstated pada
penjualan sebesar Rp 2,7 miliar. Unit Logistik Sentral berupa overstated pada persediaan barang
sebesar Rp 23,9 miliar. Unit Pedagang Besar Farmasi (PBF) berupa overstated pada persediaan barang
sebesar Rp 8,1 miliar, overstated
pada penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Bahwa kesalahan penyajian tersebut,
dilakukan oleh Direksi periode 1998–Juni 2002 dengan cara: Membuat 2 (dua)
daftar harga persedian (master prices)
yang berbeda masing-masing diterbitkan pada tanggal 1 Februari 2002 dan 3 Februari
2002, dimana keduanya merupakan master prices yang telah diotorisasi oleh pihak
yang berwenang yaitu Direktur Produksi PT KAEF. Master prices per 3 Februari 2002 merupakan master prices yang telah disesuaikan nilainya (penggelembungan) dan
dijadikan dasar sebagai penentuan nilai persediaan pada unit distribusi PT KAEF
per 31 Desember 2001.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, tindakan yang dilakukan oleh PT KAEF terbukti
melanggar: Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan
Keuangan. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, terbukti bahwa Akuntan yang
melakukan audit Laporan Keuangan per 31 Desember 2001 PT KAEF telah melakukan
prosedur audit termasuk prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standar
Profesional Akuntan Publik, dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan
membantu manajemen PT KAEF dalam penggelembungan keuntungan tersebut. Namun demikian
proses audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba
yang dilakukan oleh PT KAEF.
Sehubungan
dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102, Undang-undang Nomor 8
tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61, Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun
1995 Pasal 64, Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Dikenakan sanksi
administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah);
Sesuai Pasal 5 huruf n
Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal maka:
a.
Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan
membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas
Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan
per 31 Desember 2001;
b.
Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT
Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,-
(seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas resiko audit
yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh
PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit
sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan
adanya unsur kesengajaan.
·
PEMBAHASAN
MASALAH
A.
Moral
Dan Etika Dalam Bisnis
Secara
etimologis, kata moral berasal dari kata mos
dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya mores,
yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1989), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Kata moral juga sering
disinonimkan dengan etika, yang berasal dari kata ethos dalam bahasa Yunani Kuno, yang berarti kebiasaan, adat,
akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara berfikir. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1989), etika diartikan sebagai (1) ilmu tentang apa yang baik dan
apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), (2) kumpulan asas
atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan (3) nilai mengenai benar dan salah
yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Sejalan
dengan pengertian tersebut, Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, mengatur etika dan moral dalam berbisnis. Untuk meterbitkan dan
mewajibkan perseroan yang bidang usahanya atau terkait dengan bidang sumber
daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Undang-Undang tersebut (Pasal 66 ayat 2c) mewajibkan semua perseroan untuk
melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam Laporan
Tahunan. Pelaporan tersebut merupakan pencerminan dari perlunya akuntabilitas
perseroan atas pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan, sehingga para stakeholders dapat menilai pelaksanaan
kegiatan tersebut. Undang-undang tersebut (Pasal 1 ayat 3) dikenal dengan
istilah tanggung jawab sosial dan lingkungan yang diartikan sebagai komitmen
perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Selaku
perusahaan Go Public, PT Kimia Farma,
Tbk. Perusahaaan tersebut telah melakukan prosedur yang berlaku untuk
menerbitkan dan melaporkan Laporan Keuangan sesuai peraturan Undang-Undang
Pasal 8 tentang Pasar Modal dan Undang-Undang No.40 tahun 2007. Namun, pada
tahun 2001 terjadi pelanggaran yaitu tindakan manipulasi data keuangan
perusahaan. Berdasarkan Undang-Undang diatas, hal ini melanggar etika dan moral
dalam bisnis, tentu saja perusahaan yang melakukan pelanggaran akan mendapat
sanksi, baik sanksi pidana, maupun sanksi sosial. Sebagai perusahaan yang sudah
Go Public, tentu saja masyarakat
menilai bahwa perusahaan tersebut mempunyai integritas, moralitas, etika, dan
kemampuan untuk menghasilkan laporan keuangan yang akuntabilitas, kualitas yang
layak untuk membawa daya tarik bagi investor menanamkan modalnya. Tindakan
manipulasi ini, sudah tidak sejalan lagi dengan harapan masyarakat, bahkan
masih terdapat beberapa kasus yang dilakukan oleh perusahaan go public lainnya yang melanggar moral
dan etika dalam bisnis ini. Hal ini menunjukkan mulai lunturnya tingkat moralitas
dan etika dalam bisnis. Melalui hukum dan peraturan yang berlaku, diharapkan tindakan
ini dapat ditanggulangi, untuk meningkatkan kualitas persaingan bisnis baik
domestik maupun internasional.
B.
Dalam
menciptakan etika bisnis, hal yang perlu diperhatikan ialah :
Ø Pengendalian Diri
Artinya,
pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri, mereka
masing-masing untuk tidak melakukan kecurangan dalam memperoleh apapun dari
siapapun dan dalam bentuk apapun. Kasus terhadap PT Kimia Farma Tbk,
membuktikan bahwa tindakan memanipulasi laporan keuangan, menunjukan suatu
tindakan perusahaan melakukan kecurangan. Untuk mendapatkan keuntungan dan
menarik investor, perusahaan tidak mampu mengendalikan pihak manajemen
internal. Tentu hal ini melanggar etika dan moral dalam bisnis sesuai
Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Ø Social
Responsibility
Pelaku
bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya
dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan
lebih kompleks lagi. Sebagai perusahaan go
public tentu memiliki tingkat social responsibility yang baik, masyarakat
umum apalagi pihak investor tentu dapat menjadikan hal ini sebagai bahan
pertimbangan menilai suatu perusahaan. PT Kimia Farma Tbk, memiliki social responsibility yang baik selaku
perusahaan go public. Namun, pada
akhir tahun 2001 perusahaan tidak mampu mempertahankan nilai tersebut. Hasil
pemeriksaan Bapepam tindakannya memperbesar laba sebesar Rp 32,7 miliar, perusahaan
memanfaatkan data keuangan tersebut untuk meraup keuntungan. Hal ini bukan
merupakan tindakan yang tepat, karna melanggar nilai etika dan moral dalam
bisnis dalam hal social responsibility
perusahaan. Dalam hal pelayanan masyarakat, Dirut PT Kimia Farma (Persero) Tbk,
Rusdi Rosman mengatakan bahwa sebagai salah satu bentuk partisipasi aktif dan
dukungan terhadap program pemerintah di dalam pemberlakuan Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN), di tahun 2013 ini Kimia Farma telah mendirikan 100 Apotek
baru dan 100 Klinik baru di seluruh Indonesia. Kini Kimia Farma memiliki lebih
dari 500 apotek dan 200 klinik yang siap melayani seluruh peserta BPJS yang
akan diimplementasikan pada 1 Januari 2014 mendatang, sehingga pada tahun 2018
akan memiliki 1000-an apotek dan klinik sebagaimana telah dicanangkan sejak
2011 yang lalu.
Ø Mempertahankan jati diri dan tidak
mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Pelaku bisnis perlu
memiliki integritas, jati diri, serta pemahaman akan teknologi. PT Kimia Farma,
Tbk menunjukan kemampuan perusahaan nya dengan menjadi salah satu peusahaan
yang go public di Indonesia,
kemampuan pangsa pasar yang luas menunjukan perusahaan memiliki kualitas yang
baik bagi masyarakat. Sistem pemasaran melalui media cetak dan elektronik
membuat PT Kimia Farma, Tbk dipercaya oleh masyarakat. Pelanggaran etika dalam
bisnis yang dilakukan oleh PT Kimia Farma, Tbk mempublikasikan laporan keuangan
secara tidak jujur.sesuai peraturan Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang
Pasar Modal. Memperbesar laba sebesar Rp 32,7 miliar, tindakan yang tidak mampu
mempertahankan jati diri oleh PT Kimia Farma, Tbk. Namun, dalam hal penggunaan
teknologi, PT. Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai salah satu perusahaan farmasi
terbesar di Indonesia, berkeinginan untuk mendirikan pabrik garam farmasi yang
teknologinya telah dikembangkan oleh institusi litbang dalam negeri yang dalam
hal ini adalah BPPT.
Ø Menciptakan Persaingan Yang Sehat
Persaingan
dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi
persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah. Salah satu usaha untuk menjamin
adanya iklim persaingan usaha yang sehat diantara para pelaku usaha yaitu
dengan diberlakukannya UU No. 5/1999. Substansi Undang-undang ini mengatur
tentang larangan praktek monopoli, persaingan usaha tidak sehat, menjabarkan
perbuatan apa saja yang dapat merusak persaingan usaha melalui monopoli,
monopsoni, kartel, oligopoli, oligopsoni, persengkongkolan, serta menjabarkan
suatu komisi independen yang disebut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
PT Kimia Farma Tbk, melakukan pelanggaran dalam persaingannya, tindakan
memperbesar laba sebesar Rp 32,7 miliar, menyajikan data laporan keuangan yang
tidak sesuai, menimbulkan adanya persaingan yang tidak sehat untuk mendorong
kemajuan perusahaan dimata investor .
Ø Pembangunan Berkelanjutan
Dunia
bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi
perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. PT Kimia Farma
(Persero) Tbk (KAEF) tengah mencari pendaaan. Rencananya, emiten farmasi akan
melakukan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) surat utang jangka menengah
atau Medium Term Notes (MTN).
Pada tahap pertamanya, KAEF akan menerbitkan MTN dengan nilai Rp 200 miliar di
kuartal keempat. KAEF akan memanfaatkan dana MTN itu untuk perkembangan proyek,
membangun pabrik, menambah apotek, klinik, dan laboratorium klinik. Hal ini
menunjukkan bahwa PT Kimia Farma Tbk, memiliki pembangunan yang berkelanjutan
untuk perusahaan nya.
Ø Menghindari sifat 5K (Katabelece,
Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika
pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan
terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk
permainan curang dalam dunia bisnis. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam,
diperoleh bukti sebagai berikut : terdapat kesalahan penyajian dalam laporan
keuangan PT KAEF, adapun dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk
tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3%
dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk. Tindakan ini
menunjukan PT Kimia Farma, Tbk melakukan tindakan manipulasi terhadap penyajian
data keuangannya, sehingga melanggar etika dan moral dalam bisnis yaitu
melakukan tindak kolusi dalam penyelenggaraan usahanya.
Ø Konsekuen dan konsisten dengan
aturan main yang telah disepakati bersama
PT
Kimia Farma Tbk, terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT KAEF, adapun
dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated
laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp
32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT
Kimia Farma Tbk. Ketidak konsekuensi dan konsisten terhadap aturan main oleh PT
Kimia Farma Tbk, yaitu Pasal 102, Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang
Pasar Modal. Dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
·
SISTEM
FILSAFAT MORAL
Ø Hedonisme
Doktrin etika yang mengajarkan bahwa hal terbaik
bagi manusia adalah mengusahakan “kesenangan” (Hedone). Berdasarkan filsafat moral
tersebut, filsafat tersebut menyebar bukan hanya dikalangan individu, melainkan
perusahaan yang sudah go public.
Untuk mendapatkan kesenangan tersebut PT Kimia Farma Tbk, melakukan pelanggaran
dalam menyajikan data laporan keungannya, yaitu overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31
Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan
24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk. Faktor yang mempengaruhi manajemen melakukan
kecurangan adalah untuk meningkatkan kondisi keuangan perusahaan, memudahkan
penggelapan dan penerbitan saham. Dengan kata lain pelanggaran ini membuktikan
untuk mendapatkan kesenangan bagi perusahaan itu sendiri.
Ø Eudemonisme
Aristoteles (384 – 322):
Bahwa dalam setiap kegiatannya manusia
mengejar suatu tujuan akhir yang disebut kebahagiaan.
Faktor yang mempengaruhi manajemen melakukan kecurangan dalam menyajikan data
laporan keungannya, yaitu overstated laba
pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7
miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia
Farma Tbk. Untuk meningkatkan kondisi keuangan perusahaan, memudahkan
penggelapan dan penerbitan saham. Dengan tujuan akhir untuk mendapatkan
kebahagiaan bagi pihak internal perusahaan. Meskipun tindakan tersebut
bertentangan dengan Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Undang-Undang
No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Daftar Pustaka :
http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/08/14/kimia-farma-bangun-pabrik-di-jombang
http://investasi.kontan.co.id/news/kimia-farma-akan-terbitkan-mtn-senilai-rp-200-m
http://investasi.kontan.co.id/news/kimia-farma-akan-terbitkan-mtn-senilai-rp-200-m
Komisi Pengawas Persaingan Usaha .
2011. Jurnal Persaingan Usaha . Edisi 5, Jakarta.
Kamus Besar Bahasa Indonesia . 1989 . Jakarta.
Casino.lv Archives - Dr. McD
BalasHapusCasino.lv Archives - Posts, 제주 출장마사지 News, Contact 제주도 출장마사지 Us, Privacy 1xbet login Policy, Security, Games & More. 안동 출장샵 Visit Dr. McD. to 김제 출장샵 view the latest casino reviews,